Dalam praktek pendidikan sehari-hari, masih banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan dalam menunaikan tugas dan fungsinya. Kesalahan-kesalahan tersebut sering kali tidak sadari oleh para guru, bahkan masih banyak diantaraya yang menganggap hal biasa. Padahal sekecil apapun kesalahan yang dilakukan guru, khususnya dalam pembelajaran akan berdampak negative terhadap perkembangan peserta didik. Sebagai manusia biasa, tentu saja guru tidak akan terlepas dari kesalahan baik dalam melaksanakan tugas pokok mengajar. Namun bukan berarti kesalahan guru harus dibiarkan dan tidak dicarikan cara pemecahannya.
- Duduk di atas meja sewaktu proses pembelajaran.
- Sambil merokok saat mengajar.
- Makan saat mengajar.
- Bermain Hp atau Online saat mengajar.
- Tertidur. Meski jarang terjadi, tapi ternyata hal ini pernah dialami juga. Biasanya jika sang Guru hanya menyuruh siswanya membaca buku pelajaran saat pelajaran berlangsung (monoton).
- Menganggap diri paling pintar. Banyak yang bilang jika Doktor atau professor itu karena saking pintarnya sehingga membuat banyak mahasiswa tidak mengerti apa yang disampaikan kepada mereka. Seorang Guru tidak bisa menjadi seperti itu, Guru memiliki kewajiban untuk tidak hanya memintarkan diri sendiri tapi juga siswa-siswanya, sehingga kerendahan hati dan mampu menghargai kecerdasan dan potensi murid-muridnya adalah kunci seorang guru yang hebat.
- Monoton dalam menyampaikan materi. Indikasinya jika ada siswa yang tertidur saat jam pelajaran berlangsung.
- Tidak disiplin. Tepat waktu mungkin menjadi hal yang berat bagi orang Indonesia, ya hal ini semakin parah jika sikap tidak disiplin ini dicontohkan oleh para Guru.
- Bolos.
- Komunikasi tidak efektif.
- Berpakaian tidak rapi. Kini guru tidak lagi identik dengan sepeda butut, baju lusuh. Tampil rapi apalagi bagi guru yang mempunyai keadaan ekonomi yang baik adalah hal wajib.
- Tidak melakukan evaluasi. Hal yang unik pernah terjadi, saat seorang guru ternyata memeberikan nilai kepada siswa yang sudah meninggal dunia, mengindikasikan jika guru tersebut tidak melakukan evaluasi saat pemberian nilai, tapi dari hasil abrakadabra.....
- Membiarkan menyontek.
- Membocorkan jawaban ujian. No 13 dan 14 tentu saja akan menyemarakkan generasi koruptor di negeri ini. Jika kita para guru sepakat bahwa tujuan utama pendidikan bukanlah nilai (terutama SMK yang mengutamakan kompetensi). Maka sudah seharusnya pengembangan kreativitas dan potensi anak yang menjadi agenda utama, bukan membiarkan jalan-jalan pintas yang akan merusak masa depan mereka yang dilestarikan.
- Mengubah perolehan nilai. Jangan mengurangi dan melebihkan, objektif saja sesuai kemampuan anak.
- Memberikan soal yang tidak diajarkan. Jangan membuat stress dan depresi anak-anak dengan memberikan soal ujian yang tidak pernah mereka sentuh.
- Menanamkan permusuhan dan kebencian. Hal yang paling indah saat menjadi guru, adalah saat kita mampu menanamkan sikap saling menghormati, menghargai dan cinta pada setiap generasi muda. Amal Jariyah cui.....
- Mengajarkan pornografi.
- Melakukan pelecehan seksual. Ini mah Naudzubillah, kita para guru itu dipercaya. Jangan membalasnya dengan melakukan hal-hal seperti nomor 18 dan 19.
- Tidak perduli terhadap presensi siswa.
- Diskriminatif. Semua murid itu adalah sama derajatnya di mata kita.
- Tidak memperhatikan perbedaan individual. Potensi, kekurangan dan kelebihan. Harus dengan jeli dipantau.
- Gaptek. Saat ini, murid dengan mudah sekali menjadi lebih pintar dari guru karena kemajuan teknologi. Sehingga tentu saja para guru tidak boleh ketinggalan, apalagi teknologi dapat mempermudah guru dalam mempersiapkan bahan, mempermudah penyampaian dan tentu saja dengan hasil yang lebih maksimal. Persiapkanlah setiap generasi sesuai dengan zamannya.
- Mismatch. Disinilah pentingnya kurikullum.
- Lupa membaca dan belajar. Dari semua kesalahan-kesalahan di atas, kesalahan terakhir ini adalah yang paling parah. Jika seorang guru saja malas belajar, bagaimana mungkin dia bisa menciptakan generasi terbaik?. Bukankah perubahan itu harus dimulai dari diri sendiri?
Berikut adalah lima kesalahan guru ketika mengajar yang bisa mengakibatkan kegagalan siswa mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.
Kesalahan #1. Berpikir Egosentris.
Ini kesalahan paling mendasar yang benar-benar kurang disadari oleh guru. Kesalahan ini juga akan berdampak pada timbulnya kesalahan-kesalahan lain. Pernahkah Anda mendengar keluhan seperti ini, “Saya sudah bersungguh-sungguh mengajar kelas ini tetapi hasilnya sangat mengecewakan!” Atau keluhan yang ini, “Anak ini lho, sudah dijelaskan berkali-kali tetap saja tidak mengerti!” Dua contoh keluhan tersebut menunjukkan bahwa guru yang bersangkutan berpikir egosentris, hanya menurut dirinya sendiri. Ya, menurut guru itu, dia sudah mengajar dengan sungguh-sungguh atau sudah menjelaskan berkali-kali. Dia tidak berpikir tentang masalah yang dihadapi oleh siswa ketika mengikuti pembelajaran sehingga tidak berhasil. Jangan-jangan karena guru tidak bisa berkomunikasi secara runtut dengan bahasa yang mudah dipahami? Atau, mungkin gaya belajar siswa visual dan kinestetik tetapi tidak dipenuhi oleh guru, sehingga gaya mengajar guru tidak acceptable bagi siswa?Kesalahan #2. Tidak Peka Terhadap Perubahan Suasana Kelas.
Dalam proses pembelajaran, wajib hukumnya seorang guru mengendalikan kelas. Sepenuhnya! Hal ini penting agar proses pembelajaran berjalan lancar. Kita tahu bahwa kelas terdiri atas berbagai karakter. Oleh karena itu harus diupayakan agar karakter yang beragam itu dapat diorkestrasikan menuju terwujudnya simponi pembelajaran yang enak dinikmati. Diorkestrasikan menuju simponi pembelajaran yang enak dinikmati, artinya bahwa seluruh potensi kelas (siswa) harus diberdayakan untuk saling membantu sehingga terwujud keberhasilan bagi setiap individu. Dengan demikian rata-rata prestasi kelas menjadi tinggi. Contoh ketidakpekaan guru ketika mengajar misalnya membiarkan badut kelas mengalihkan perhatian siswa yang sedang asyik mengikuti penjelasan guru sehingga konsentrasi kelas menjadi terpecah. Atau membiarkan siswa yang tidak tertib mengganggu konsentrasi siswa lain yang sedang belajar. Hal ini tampaknya persoalan kecil, tetapi kalau tidak segera dibenahi bisa berakibat kegagalan seluruh kelas. Ini terkait dengan manajemen kelas. Maka dalam hal ini seorang pendidik perlu melengkapi diri dengan pemahaman karakteristik masing- masing murid serta pemahaman nilai- nilai pemahaman pengelolaan manajemen kelompok belajar. Dan hal terpenting adalah bagaimana seorang pendidik mampu menempatkan ketegasan pada peserta didik, tanpa harus dibumbui dengan perilaku anarkis dan destruktif yang justru membuat peserta didik enggan untuk kembali pada suasana pembelajaran selanjutnya.Kesalahan #3. Komunikasi Tidak Efektif.
Contoh komunikasi tidak efektif (guru ingin mengingatkan agar siswa mengerjakan PR yang diberikan), “Anak-anak, awas jangan lupa lho dengan PR kamu. Kamu kerjakan semuanya. Kalau kamu tidak mengerjakan PR kamu, maka besok tidak akan mendapatkan nilai dari bu guru.” Kenapa tidak dikatakan saja seperti ini, “Anak-anak, ingat, kerjakan PR-mu. Semuanya! Besok Ibu nilai.” Bukankah bahasa yang kedua lebih irit, dan karenanya lebih efektif. Jadi, ketika kita bermaksud meminta sesuatu, katakan saja secara tepat apa yang kita maksudkan. Kalau anak disuruh diam, ya katakan, “Anak-anak, diam!” Kalau anak-anak disuruh memperhatikan penjelasan guru, ya katakan saja,“Anak-anak, lihat ini!” dan semacamnya. Menghindari bahasa yang berlebih-lebihan atau bahkan mengancam, mengintimidasi peserta didik hanya akan membuahkan sindrom ketakutan bagi peserta didik disatu sisi, disisi yang lain hanya akan menjustifikasi diri kita sebagai seorang guru yang diktator dan otoriter. Penggunaan bahasa yang efektif akan membuahkan sikap proaktif dari peserta didik untuk selalu fokus dan terbiasa untuk melakukan perkataan, perbuatan yang efektif dan efisien.Kesalahan #4. Mengajar Tanpa Persiapan.
Berbicara mengenai persiapan mengajar, saya teringat seorang teman yang berkata begini, “Ingin berhasil dalam mengajar, buat persiapan secara matang!” Persiapan mengajar itu ibarat skenario dalam film. Tidak akan ada film yang baik dan enak ditonton tanpa skenario yang baik. Begitu pula, tidak akan ada pembelajaran yang berhasil tanpa persiapan yang benar. Kebanyakan guru (kabarnya) enggan membuat persiapan secara benar. Akibatnya, pembelajaran di kelas berlangsung seolah tanpa arah. Padahal, guru itu seorang profesional. Salah satu ciri keprofesionalan seorang guru adalah menyusun perencanaan pembelajaran secara benar. Saya percaya Anda akan memperbaiki kesalahan Anda dalam mengajar (kalau kemarin-kemarin tidak membuat persiapan yang benar), sehingga hasil pembelajaran siswa benar-benar menggembirakan semua komponen (yang terkait dengan pembelajaran Anda). Selain itu diperlukan kesiapan referensi yang setidaknya berkaitan dengan apa yang hendak kita diskusikan keesokkan harinya, adalah suatu yang naif apabila seorang guru tidak melek informasi dan melek teknologi, setidaknya jangan sampai terjadi adalah situasi one step behind, guru kalah penguasaan materi dan referensi dengan pemahaman yang dimiliki oleh peserta didik tatkala pembelajaran berlangsung.Kesalahan #5. Tidak Melakukan Evaluasi Menyeluruh.
Evaluasi pembelajaran harus dilakukan secara menyeluruh. Kalau Anda pernah membuat skripsi tentang penelitian kuantitatif, Anda pasti ingat bahwa instrumen yang Anda gunakan harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen evaluasi pembelajaran pun sebetulnya harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Instrumen evaluasi harus valid dan reliable. Tetapi untuk bahasan ini, kita tidak akan sedetail ketika menyusun skripsi. Arti menyeluruh di sini adalah bahwa penyusunan soal evaluasi pembelajaran minimal harus mencakup bentuk-bentuk seperti: pilihan ganda, isian, jawaban singkat. Tidak hanya pilihan ganda saja, atau isian saja. Materinya meliputi seluruh materi yang diajarkan (minimal satu kompetensi dasar).Kata kuncinya: Apabila terdapat kegagalan siswa dalam pembelajaran, maka di situlah guru perlu melakukan introspeksi: sudah benarkah yang dia lakukan? Kemudian dilanjutkan: apa yang bisa dia lakukan untuk memperbaiki keadaan?Jadi, guru harus selalu belajar dan belajar, dan yang mesti dipahami oleh sesama rekan-rekan pendidik adalah perlunya pengorbanan (sacrifice) dalam menuntut ilmu bagi diri kita, Semoga bermanfaat bagi diri saya peribadi sekaligus bagi rekan-rekan guru
Sumber :
Mulyasa, E. 2011.Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sanjaya, Wina. 2007.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan.Jakarta: Kencana, Prenada Media Group
Setuju...
ReplyDeleteSipp dah...
ReplyDelete