Ikatan Guru Indonesia (IGI) menilai Peraturan Pemerintah Nomor 49
Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) sama sekali tidak menjadi kado indah bagi guru honorer. Karena PP
tersebut tidak memberi kejelasan nasib, bahkan isi dari PP tersebut
hampir sama dengan memindahkan tandatangan Bupati/walikota atau Gubernur
kepada menteri.
"Isi PP juga tak banyak berbeda dengan sistem pegawai tidak tetap
(PTT) atau Honorer selama ini," tegas Ketua Umum IGI Muhammad Ramli .
Ramli yang telah membaca salinan PP 49 Tahun 2018 juga menyimpulkan bahwa dalam PP itu masalah penggajian tidak jelas, apakah dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Selain itu menurut Ramli, seleksi calon PPPK juga dinilai ketat dan memberatkan para honorer khususnya guru, karena dalam PP tersebut guru diwajibkan memiliki sertifikat profesi. Padahal saat ini tak banyak guru honorer yang sudah bersertifikat profesi.
"Maka hampir bisa dipastikan honorer yang ada saat ini akan sangat banyak yang akan kehilangan statusnya (karena tidak memiliki serifikat). Padahal sesunguhnya Pemerintah mampu dan bisa mencukupkan guru di seluruh sekolah negeri di seluruh Indonesia dengan status PNS," jelas dia.
Diketahui, Forum Honorer Kategori Dua Persatuan Guru Republik Indonesia (FHK2-PGRI) juga mendesak agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang baru diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo dicabut. FHK2 PGRI juga telah menggugat PP Nomor 49 Tahun 2018 ke Mahkamah agung (MA).
Pengurus Pusat FHK2-PGRI Riyanto Agung Subekti menegaskan, PP 49/2018 tentang Manajemen PPPK ini bertentangan dengan azas kepastian hukum dan rasa keadilan, sehingga PP ini secara tegas ditolak oleh forum honorer K2.
"Kami sudah mendapatkan salinannya, dan ada beberapa catatan untuk PP 49/2018. Misalnya, PP ini memiliki tenggang waktu pelaksanaan 2 tahun sejak penetapannya jadi PP ini pun tidak bisa dilaksanakan karena harus menunggu 2 tahun. Seleksi PPPK juga dilakukan sebagaimana seleksi pegawai baru, tidak perhatikan masa kerja sebelumnya," kata Riyanto kepada Republika.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK secara langsung diumumkan oleh Presiden Joko Widodo dihadapan ribuan guru yang memadati Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, dalam Puncak Peringatan Hari Guru Nasional dan HUT ke-73 PGRI Sabtu (1/12). Pengangkatan PPPK, kata Jokowi, akan menjadi peluang bagi para guru honorer yang berusia di atas 35 tahun untuk mendapatkan kesejahteraan layaknya guru PNS.
“Telah kita terbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen pegawai pemerintahan dengan perjanjian kerja yang membuka peluang pengangkatan guru bagi yang telah melampaui usia maksimal yang ditetapkan oleh undang-undang untuk menjadi PNS dengan hak yang setara dengan PNS kita,” kata Jokowi dalam sambutannya, kemarin
republika.co.id
Ramli yang telah membaca salinan PP 49 Tahun 2018 juga menyimpulkan bahwa dalam PP itu masalah penggajian tidak jelas, apakah dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Selain itu menurut Ramli, seleksi calon PPPK juga dinilai ketat dan memberatkan para honorer khususnya guru, karena dalam PP tersebut guru diwajibkan memiliki sertifikat profesi. Padahal saat ini tak banyak guru honorer yang sudah bersertifikat profesi.
"Maka hampir bisa dipastikan honorer yang ada saat ini akan sangat banyak yang akan kehilangan statusnya (karena tidak memiliki serifikat). Padahal sesunguhnya Pemerintah mampu dan bisa mencukupkan guru di seluruh sekolah negeri di seluruh Indonesia dengan status PNS," jelas dia.
Diketahui, Forum Honorer Kategori Dua Persatuan Guru Republik Indonesia (FHK2-PGRI) juga mendesak agar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang baru diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo dicabut. FHK2 PGRI juga telah menggugat PP Nomor 49 Tahun 2018 ke Mahkamah agung (MA).
Pengurus Pusat FHK2-PGRI Riyanto Agung Subekti menegaskan, PP 49/2018 tentang Manajemen PPPK ini bertentangan dengan azas kepastian hukum dan rasa keadilan, sehingga PP ini secara tegas ditolak oleh forum honorer K2.
"Kami sudah mendapatkan salinannya, dan ada beberapa catatan untuk PP 49/2018. Misalnya, PP ini memiliki tenggang waktu pelaksanaan 2 tahun sejak penetapannya jadi PP ini pun tidak bisa dilaksanakan karena harus menunggu 2 tahun. Seleksi PPPK juga dilakukan sebagaimana seleksi pegawai baru, tidak perhatikan masa kerja sebelumnya," kata Riyanto kepada Republika.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK secara langsung diumumkan oleh Presiden Joko Widodo dihadapan ribuan guru yang memadati Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, dalam Puncak Peringatan Hari Guru Nasional dan HUT ke-73 PGRI Sabtu (1/12). Pengangkatan PPPK, kata Jokowi, akan menjadi peluang bagi para guru honorer yang berusia di atas 35 tahun untuk mendapatkan kesejahteraan layaknya guru PNS.
“Telah kita terbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen pegawai pemerintahan dengan perjanjian kerja yang membuka peluang pengangkatan guru bagi yang telah melampaui usia maksimal yang ditetapkan oleh undang-undang untuk menjadi PNS dengan hak yang setara dengan PNS kita,” kata Jokowi dalam sambutannya, kemarin
republika.co.id
0 Response to "PP 49/2018 tak Jadi Kado Indah bagi Guru Honorer"
Post a Comment