Kebanyakan MGMP Dinilai tidak Profesional

Januari tahun 2019, skema baru Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berdasar pada zonasi akan mulai diimplementasikan. Dengan sistem PPDB yang baru, peran Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) ataupun Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) menjadi sangat penting.
Kendati begitu menurut Pengamat pendidikan sekaligus Direktur Institute of Good Governance and Regional Development (IGGRD) Eka Simanjuntak saat ini hanya sedikit MKKS dan MGMP yang beroperasi secara profesional. Kebanyakan MKKS dan MGMP di daerah, kata dia, hanya kumpul-kumpul tidak jelas.
"Guna MGMP itu ya tidak banyak. Karena selama ini enggak banyak MGMP yang jalan. Kalau pun ada itu mereka model arisan saja hanya kumpul-kumpul,"
Menurut Eka, saat ini kompetensi guru di berbagai daerah juga masih mengalami ketimpangan kualitas. Karena itu dia menilai pemerintah perlu memastikan kesiapan dari MGMP dan MKKS sebelum aturan zonasi diimplementasikan.
"Pengawas sekolah juga kinerjanya semua orang sudah tahu lah seperti apa. Jadi perlu ada evaluasi dulu semua komponen ini sudah siap atau belum," tegas dia.
Untuk diketahui mulai tahun ajaran 2019/2020 skema PPDB akan berdasar pada zonasi. Nantinya sistem zonasi ini yang bakal membantu memetakan para siswa menuju jenjang pendidikan selanjutnya. Dengan penerapan zonasi baru ini, maka tidak ada lagi proses penerimaan siswa baru menjelang tahun ajaran baru.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Supriano menyampaikan dari draft awal tersebut Kemendikbud telah membagi sebanyak sekitar 1900 zona se-Indonesia. Dia optimistis, program zonasi ini bisa mempermudah penyelesaian masalah dan peningkatan mutu pendidikan di setiap daerah atau zona.
“Sebab nanti kedua hal itu bakal dipecahkan oleh MGMP, Kelompok Kerja Guru (KKG) dan lainnya di setiap zona masing-masing. Jadi peran MGMP ini penting,” kata Supriano beberapa waktu lalu.

Musyawarah Guru Mata Pelajaran Dinilai tak Berjalan Efektif

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengaku pada realitanya Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) maupun Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) tidak berjalan secara efektif. Bahkan istilah MGMP, kata dia, kerap dijadikan anekdot untuk singkatan 'makan, guyon, minum dan pulang'.
"Memang realitanya begitu. Ini juga sebagai autokritik bagi guru-guru dan kepala sekolah," kata Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim saat dihubungi Republika, Selasa (6/11).
Padahal baik MGMP maupun MKKS berfungsi sebagai wadah untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan metode ajar yang kekinian. Meskipun dia juga tidak menampik selama ini ada juga MGMP yang sudah berjalan secara efektif.

Menurut dia banyak faktor mengapa MGMP dan MKKS tidak berjalan optimal di suatu daerah. Pertama bisa disebabkan karena tidak adanya anggaran, terkendala akses, dan kemungkinan karena guru atau kepala sekolah disibukkan oleh jam mengajar yang padat sehingga tidak sempat berkumpul di forum MGMP atau MKKS.
Satriwan menerangkan, MGMP ada di tingkat sekolah, Kabupaten atau Kota dan MGMP tingkat Provinsi. Biasanya, ada anggaran juga dari pemerintah untuk membiayai operasional MGMP.
"Tapi ya itu masalahnya tidak semua pemerintah daerah yang benar-benar mengalokasikan dana untuk MGMP ini. Sehingga seringkali di daerah-daerah MGMP dibiayai secara swadaya," jelas dia.
Jika MGMP dan MKKS bakal dimanfaatkan dalam skema Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dia merekomendasikan agar pemerintah benar-benar menguatkan MGMP dan MKKS di semua daerah. Caranya, kata Satriwan, dengan mengontrol kinerja MGMP dan MKKS secara serius.
"Pemerintah juga bisa merumuskan kebijakan yang detail tupoksi MGMP dan MKKS. Apa saja yang mesti dilakukan MGGP, batasannya seperti apa dan lain-lain," jelas dia.

republika.co,id

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kebanyakan MGMP Dinilai tidak Profesional"

Post a Comment