Indonesia masih membutuhkan tenaga kerja di sektor teknologi informasi. Hal ini guna mendongkrak industri ekonomi digital yang saat ini tengah berkembang.
Menkominfo Rudiantara mengatakan, Indonesia membutuhkan 600 ribu talenta digital setiap tahun. Pernyataan tersebut mengacu dari hasil penelitian Bank Dunia dan McKinsey, yang menyebut dalam kurun waktu 2015-2030, Indonesia membutuhkan 9 juta digital talent atau sekitar 600 ribu orang setiap tahun.
”Kebutuhan talenta digital Indonesia berdasarkan World Bank, Mckinsey, dan sebagainya, itu 9 juta dari 2015-2030 atau 60 ribu sebulan. Sekarang belum terpenuhi,” ujar Rudiantara saat acara Seminar Nasional Kolaborasi Milenial dan Fintech Menyosong Revolusi Industri 4.0 di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Sabtu (9/3).
Untuk memenuhi kebutuhan itu, lanjut Rudiantara, pada tahun lalu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah meluncurkan program Digital Talent Scholarship. Ditargetkan 20 ribu orang mendapat sertifikasi sebagai tenaga terampil melalui program Digital Talent Scholarship. “Kemenkominfo mau bikin 20 ribu, tapi kan ekosistem, fintech dan sebagainya juga bikin, tapi belum terstruktur. Kalau perkiraan saya, setahun belum sampai 100 ribu, padahal kebutuhannya 600 ribu. Jadi peluang untuk melakukan pendidikan di bidang digital itu masih tinggi,” ucapnya.
Menurut Rudiantara, tahun lalu program ini diikuti oleh 1.000 orang dari pendaftar mencapai 46 ribu orang. Setelah mengikuti masa pendidikan selama dua bulan, 980 orang mendapat sertifikat. Tahun ini Kominfo mengganggarkan dana Rp 140 miliar untuk mendidik 20.000 digital talent. “Tak hanya gratis, kami menyediakan uang transport bagi peserta program ini. Fokusnya untuk menghasilkan tenaga terampil," jelasnya.
Digital talent merupakan sumber daya manusia yang kompeten terutama dalam bidang digital, termasuk fintech. Mereka diproyeksikan memahami Artificial Intelligence (AI), robotik, dan teknologi lainnya kemudian mengimplementasikannya dalam ranah bisnis. Rudiantara menyatakan, pemenuhan digital talent ini akan mendukung start-up menjadi unicorn.
Sebab selama ini perusahaan multinasional di bidang teknologi yang berinvestasi di Indonesia kesulitan mendapatkan tenaga kerja terampil untuk menjadi teknisi pada penggunaan teknologi yang terus diperbarui. “Kita targetkan juga nanti Unicorn akan bertambah. Sumber daya manusianya juga harus kita bina supaya bisa jelas ke depannya akan disalurkan ke mana. Ini agar mereka tak menggunakan tenaga kerja dari luar negeri, maka anak-anak muda lulusan SMK dan diploma diberi kesempatan untuk mengikuti program ini," ucapnya.
Program ini tersebar di 25 kota di 20 provinsi, paling jauh di Jayapura dan Lhokseumawe. Program ini dilaksanakan di 28 pergurutan tinggi, termasuk 18 perguruan tinggi negeri. Ada 78 bidang yang diajarkan, antara lain AI, Internet of Things (IoT), cloud computing, coding, programming, cyber security, dan lain sebagainya.
Program ini salah satunya dilaksanakan di Universitas Padjadjaran Bandung dengan fokus program bisnis digital. Silabus pengajarannya, kata Rudiantara, berasal dari perusahaan mitra seperti Microsoft, Cisco, Google, dan lain sebagainya. Sementara pengajarnya memanfaatkan pengajar muda di perguruan tinggi yang telah disiapkan sebelumnya.
Tenaga terampil lulusan program ini, kata Rudiantara, diharapkan bisa memenuhi kebutuhan perusahaan teknologi, juga bisa merintis usaha digitalnya. "Kami tidak menjanjikan (dapat pekerjaan), tapi kami hubungkan dengan career, platform untuk perusahaan yang butuh digital talent. Sehingga, program ini bisa menjadi model jika ada lembaga atau instansi yang ingin menghasilkan digital talent,” tegasnya.
Menkominfo Rudiantara mengatakan, Indonesia membutuhkan 600 ribu talenta digital setiap tahun. Pernyataan tersebut mengacu dari hasil penelitian Bank Dunia dan McKinsey, yang menyebut dalam kurun waktu 2015-2030, Indonesia membutuhkan 9 juta digital talent atau sekitar 600 ribu orang setiap tahun.
”Kebutuhan talenta digital Indonesia berdasarkan World Bank, Mckinsey, dan sebagainya, itu 9 juta dari 2015-2030 atau 60 ribu sebulan. Sekarang belum terpenuhi,” ujar Rudiantara saat acara Seminar Nasional Kolaborasi Milenial dan Fintech Menyosong Revolusi Industri 4.0 di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Sabtu (9/3).
Untuk memenuhi kebutuhan itu, lanjut Rudiantara, pada tahun lalu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah meluncurkan program Digital Talent Scholarship. Ditargetkan 20 ribu orang mendapat sertifikasi sebagai tenaga terampil melalui program Digital Talent Scholarship. “Kemenkominfo mau bikin 20 ribu, tapi kan ekosistem, fintech dan sebagainya juga bikin, tapi belum terstruktur. Kalau perkiraan saya, setahun belum sampai 100 ribu, padahal kebutuhannya 600 ribu. Jadi peluang untuk melakukan pendidikan di bidang digital itu masih tinggi,” ucapnya.
Menurut Rudiantara, tahun lalu program ini diikuti oleh 1.000 orang dari pendaftar mencapai 46 ribu orang. Setelah mengikuti masa pendidikan selama dua bulan, 980 orang mendapat sertifikat. Tahun ini Kominfo mengganggarkan dana Rp 140 miliar untuk mendidik 20.000 digital talent. “Tak hanya gratis, kami menyediakan uang transport bagi peserta program ini. Fokusnya untuk menghasilkan tenaga terampil," jelasnya.
Digital talent merupakan sumber daya manusia yang kompeten terutama dalam bidang digital, termasuk fintech. Mereka diproyeksikan memahami Artificial Intelligence (AI), robotik, dan teknologi lainnya kemudian mengimplementasikannya dalam ranah bisnis. Rudiantara menyatakan, pemenuhan digital talent ini akan mendukung start-up menjadi unicorn.
Sebab selama ini perusahaan multinasional di bidang teknologi yang berinvestasi di Indonesia kesulitan mendapatkan tenaga kerja terampil untuk menjadi teknisi pada penggunaan teknologi yang terus diperbarui. “Kita targetkan juga nanti Unicorn akan bertambah. Sumber daya manusianya juga harus kita bina supaya bisa jelas ke depannya akan disalurkan ke mana. Ini agar mereka tak menggunakan tenaga kerja dari luar negeri, maka anak-anak muda lulusan SMK dan diploma diberi kesempatan untuk mengikuti program ini," ucapnya.
Program ini tersebar di 25 kota di 20 provinsi, paling jauh di Jayapura dan Lhokseumawe. Program ini dilaksanakan di 28 pergurutan tinggi, termasuk 18 perguruan tinggi negeri. Ada 78 bidang yang diajarkan, antara lain AI, Internet of Things (IoT), cloud computing, coding, programming, cyber security, dan lain sebagainya.
Program ini salah satunya dilaksanakan di Universitas Padjadjaran Bandung dengan fokus program bisnis digital. Silabus pengajarannya, kata Rudiantara, berasal dari perusahaan mitra seperti Microsoft, Cisco, Google, dan lain sebagainya. Sementara pengajarnya memanfaatkan pengajar muda di perguruan tinggi yang telah disiapkan sebelumnya.
Tenaga terampil lulusan program ini, kata Rudiantara, diharapkan bisa memenuhi kebutuhan perusahaan teknologi, juga bisa merintis usaha digitalnya. "Kami tidak menjanjikan (dapat pekerjaan), tapi kami hubungkan dengan career, platform untuk perusahaan yang butuh digital talent. Sehingga, program ini bisa menjadi model jika ada lembaga atau instansi yang ingin menghasilkan digital talent,” tegasnya.
republika.co.id
0 Response to "Indonesia Butuh 600 Ribu SDM Digital Tiap Tahun"
Post a Comment